Jumat, 01 Mei 2009

‎SANGGAR BUKAN BIMA


Oleh : As`ad, S. Pd



SANGGAR BUKAN BIMA

‎ Di pulau Sumbawa sebelum Tambora meletus tahun1815 terdapat enam kerajaan,yaitu ‎kerajaan Sumbawa,Bima,Dompo,Sanggar,Tambora dan Pekat. Dari enam kerajaan ini merupkana ‎kerajaan besar sejajar dengan kerajaan di wilayah nusantara. Enam kerajaan ini terdapat tiga ‎kerajaan lenyap hampir 2 (dua) abad yang lalu, yaitu kerajaan Sanggar,Tambora,dan Pekat. ‎Lenyapnya tiga kerajaan tersebut merupakan lenyapnya suatu peradaban walaupun sekarang kita ‎mengenal dua suku di pulau Sumbawa,yaitu Suku Bima - Dompu dan Sumbawa. Lenyapnya tiga ‎kerajaan di sekitar lereng Tambora adalah suatu penyelenyapan secara alamiah,namun ‎penyelenyapan itu masih ada salah satu kerajaan bertahan dengan suku tersendiri sampai ‎sekarang,walaupun masih dalam proses penelitian. Dari data-data dihimpun dari peneitian ini, ‎kami kembangkan data-data keberadaan suku tersebut, bahwa bahasa kore dari kerajaan Sanggar ‎masih bertahan hingga sekarang walaupun diberbagai sumber buku antropologi bahwa di ‎Indonesia mempunyai suku-bangsa sebanyak 151 suku, dan terdapat tiga suku bangsa di pulau ‎Sumbawa dari enam kerajaan(Bima,Dompu,Sumbawa,Sanggar,Tambora dan Pekat)termasuk suku ‎kore. Hal tidak terungkapnya suku kore kerajaan Sanggar,dilatar belakangi oleh meletusnya ‎gunung Tambora sehingga para peneliti sulit untuk mengungkapkan fakta-fakta sejarah. Selain itu ‎juga adanya keterbatasan pemahaman kita mengenai sejarah kerajaan Sanggar yang ‎sebenarnya,sehingga banyak para orang tua dan generasi mengkategorikan Sanggar maupun ‎Tambora sebagian dari wilayah kekuasaan Bima padahal ”Sanggar Bukan Bima”.Terungkap ‎dalam lambang kerajaan Bima Garuda berkepala dua 7(Tujuh) helai sayapnya mengungkapkan ‎tujuh wilayah kekuasaan bima tujuh anggota majelis hadat. Sedangkan kerajaan Sanggar maupun ‎Tambora bukan wilayah kekuasaannya.‎


Setelah diteliti dan dikembangkan data-data para peneliti mampu mengungkapkan bukti-‎bukti keberadaan satu peradaban sisa letusan Tambora yang masih bertahan saat ini,dengan ‎mengkaitkan penuturan bahasa kore yang mirip dengan bahasa Mon Khemer negara Kambodya. ‎Dengan ditemukan bukti-bukti sejarah sisa letusan Tambora oleh para peneliti dunia Prof. Haraldur ‎Sigurdsson ahli Fulkanologi Dunia dan Dr. Indyo Pratomo Ahli Geologi dan Mitigasi Bandung ‎dari LiPi menggambarkan ada suatu peradaban dengan suku tersendiri. Dari data yang ‎dikembangkan lewat uji sampel mencoba menyalin bahasa kore setelah berwawancara salah ‎seorang (Bapak Suhada M.Saleh). Dari hasil uji sampel tersebut terdapat 21(dua puluh satu) suku ‎kata bahasa kore,ternyata beragam mirip dengan bahasa Mon Khemer negara Kambodya Indo ‎China, Bahasa Jepang, Bahasa Belanda, mirip dengan Bahasa-bahasa di Afrika. Dari duapuluh satu ‎uji sampel tersebut bahasa kore lebih cenderung/dominan ke-bahasa Mon Khemer negara ‎Kambodya Indo China


Dari data-data tersebut kuat dugaan mereka dengan mengkaiaitkan penemuan masyarakat Sanggar ‎yang dikoleksi oleh bapak Suhad M. Saleh dan temuan penggalian sisa endapan letusan Tambora ‎

seperti yang dipaparkan dan diperkuat dengan data-data hasil penelitian Prof. Haraldur Sigurdsson ‎menyatakan :‎
‎”The civilization in Sumbawa island has intrigued research hers ever since dutch and british ‎Exploress visiten in the earty 1800S and were surprised to hear language that did not sound liki ‎any other spoken in Indonesia,Prof. Sigurdsson said. Some sehalars believe the language was ‎more like thoses spoken in indocina.bat not long after westermers first encountered tambora the ‎society was destroyet (Guardian,1 Maret 2006)”.‎

Sejak abad ke-19 Nusantara telah menarik perhatian para orintalis asal eropa,terutama yang ‎ber kebangsaan inggris dan belanda,mereka datang kenusantara dengan membonceng ‎politik jajahan pemerintahannya diantara ilmuan orientalis itu ada yang datang kesumbawa ‎‎.Di tempat itu mereka bertemu dengan penduduk yang menurutnya berujar dengan bahasa ‎mirip dengan bahasa mon-khemer bahasa yang tidak lajim oleh penduduk nusantara.‎

Dari hasil penelitian Prof. Haraldur Sigurdsson sangatlah kuat bahwa suku bangsa kerajaan ‎Sanggar berasal dari suku bangsa Mon- Khemer Indocina negara Kambodya. Hal ini Prof. ‎Haraldur Sigurdsson mengkaitkan penemuan penggalian sisa-sisa kerajaan Sanggar dan ‎Tambora,seperti ditemukan tembikar yang mempunyai kesamaan di kawasan indochina,karena ‎pada masa itu ada perantaraan hubungan dagang dengan kawasan fetnam seperti tanggapan Jhon. ‎N Miksic dari Istut of South-East Asia Studiens Nasional University of Singapura. Para ‎pedagang sebagai pelaku perantara pada waktu itu biasanya orang-orang tionghoa, melayu atau ‎bahkan orang Eropa sendiri yang membawa barang dagangannya dari Vietnam sampai di ‎Sumbawa.‎
Walaupun Prof. Haraldur Sigurdsson ketika masa itu memberikan keterangan kepada New ‎Yor Times tidak dijelaskan di daerah mana orientalis itu bertemu dengan penduduk bahasanya ‎mirip dengan bahasa Indo Cina .tetapi data hasil penelitian Prof. Haraldur Sigurdsson kami bisa ‎memperkuat kebenaranya saat sekarang dengan berbagai alasan seperti ditemukan piring, cangkir ‎guci, mirip peninggalan Indo China. Kedua adanya suku bangsa Kore Sanggar sekarang yang ‎masih menggunakan bahasa kore dari suku kore mirip dengan bahasa Mon-khemer Indocina. ‎Walaupun tidak sama penggunaan kata bahasa Mon-Khener tetapi ragam bahasa, masih tetap di ‎gunakan yang tidak mirip dengan bahasa di wilayah nusantara (bisa di lihat pada lampiran ‎terakhir), sepertinya mirip dengan bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, semuanya sulit di ‎samakan dengan bahasa yang ada di nusantara. ‎


Unsur-unsur kata yang dipergunakan dalam bahasa kore dari suku kore beragam pengaruh bahasa ‎Belanda, Inggris dan Jepang. Sedangkan sebagian kecilnya digunakan kata/bahasa, Arab,Melayu, ‎Sumbawa,Lombok,dan Bima. Pengaruh sebagian kecil bahasa di nusantara akibat akuturasi paskah ‎letusan Tambora 1815. Lenyapnya penduduk asli pendukung kebudayaan mon-khemer pasca ‎letusan Tambora, sehingga wilayah kekuasaan kerajaan Sanggar di Boro terisi oleh penduduk ‎kerajaan di sekitarnya seperti Sumbawa, Sulawesi, Dompu, dan Bima. ‎

‎ ‎ Di Kabupaten Bima suku kore peninggalan kerajaan Sanggar ini memiliki bahasa ‎tersendi,yaitu bahasa kore yang lajim digunakan oleh orang sanggar saat ini,terutama orang ‎Boro,Piong dan Taloko. Penuturan kata yang digunakan dalam bahasa kore berbeda dengan bahasa ‎bima yang lajim digunakan oleh orang bima pada umumnya. Selain penuturan kata yang berbeda ‎ada juga tradisi-tradisi yang berbeda dengan tradisi orang bima,terutama prosesi upacara ‎sunatan,kiriloko dan selamatan,hiburan,upacara dewa yang pemenuhan dengan syarat dilengkapi ‎dengan sesajen/sasangga(bahasa kore).Tradisi suku kore kerajaan Sanggar dulu hingga kini masih ‎kuat dengan tradisi leluhur (Wai ro Waro),masih memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme ‎pengaruh Hindu dan Budha. Dari tradisi animisme dan dinamisme pengaruh Hindu dan Budha ‎tersebut dapat kita teliti, bahwa kerajaan Sanggar merupakan kerajaan yang tertua dibandingkan ‎dengan kerajaan-kerajaan yang ada dipulau Sumbawa(Bima,Dompu,Sumbawa,dan Tambora) yang ‎terbetuk kesultanan. Dari data-data yang kami himpun,bahwa kerajaan Sanggar berbeda dengan ‎Bima, ”Sanggar Bukan Bima”. Kerajaan Sanggar selain kerajaan yang tertua diperkirakan berdiri ‎sejak abad ke 11-12 (jaman prasejarah) dan keberadaanya baru mampu dicatat(jaman sejarah) dan ‎diteliti para ilmuan berdasarkan dari data – data orientalis belanda sekitar abad ke 1407.(Sumber; data ‎Penelitian LiPI Ahli geologi dan Mitigasi Bandung Dr.Indyo Pratomo dan Prof. Haraldurd Sigurdsson ahli fulkanalogi Dunia ‎dari Rohden Islan Universty) Dari data-data di atas kami kembangkan memperkuatnya dari data hasil ‎penelitian kami,dan diperkirakan abad ke 15-16 awal suatu perubahan,sedangkan abad ke-16-1814 ‎massa pergolakan,kejayaan dan tahun 1815 masih tahap kejayaannya,namun ditengah kejayaan ‎tersebut tanggal, 5 – 12 April 1815,datang malapetaka laknat Allah Ta,Allah,meletuslah gunung ‎Tambora yang menewaskan 90.000,00 (sembilan puluh ribu) jiwa dari enam kerajaan yang ada di ‎pulau Sumbawa. tiga kerajaan lenyap(Sanggar,Tambora, Pekat) dan sebagian penduknya selamat ‎yaitu kerajaan Sanggar, termasuk raja Sanggar sendiri bersama isteri,anak laki-laki dan ‎keluarganya,tidak lama kemudian anaknya meninggal karena kelaparan dan penyakit pasca letusan. ‎Pasca letusan Tambora kerajaan Sanggar masih tetap bertahan mendirikan kembali istana ‎

kerajaan di Boro yang hancur akibat dasyatnya letusan Tambora. Dari data-data para peneliti di ‎atas bahwa selama lima tahun pasca letusan Tambora tanah tiak bisa ditanami,penduduk kerajaan ‎di pulau Sumbawa menderita kelaparan dan penyakit,tanaman,air-air mengandung racun,tanaman ‎hangus sehingga mengalami penderitaan dan kelaparan.Akibat dampak tersebut banyak bapak ‎menjual isteri,ibu bapak yang menjual anaknya ditukarkan dengan barang demi mendapatkan ‎makanan. Banyak orang mati tergeletak di jalan tidak dikuburdan tidak disembahyangkan,mayat ‎menjadi mangsa burung,babi dan anjing,andaikan tidak datang pedagang dari luar pulau sekitar ‎maluku,bahkan ada orang Cina,Arab,dan Belanda,membawa beras,gula sagu,jagung, kacang ‎kedelai.yang ditukarkan dengan piring ,mangkok,kain tenun, senjata,barang emas, dan perak,sirih ‎gambir dan budak.(Sumber ; Buku Karangan H. Arazak Azis Putra dari maha kota Raja Sanggar Kedua di Kore ‎‎”Rangkaiyan Pristiwa di Kerajaan Sanggar (1668-1701-1815-1928) ”.Tahun 1990 . Dikutip dari ; ”PROORDA VAN EY”.Hal ‎‎37-40.1841).‎

SANGGAR BUKAN KERAJAAN YANG LENYAP

Sanggar bukanlah salah satu kerajaan yang lenyap,tetapi kerajaan yang hancur dan berdiri ‎kembali,dengan tekat dan kesabaran yang kuat. Raja Sanggar di Boro La Lisang Daeng ‎Jai,merupakan raja yang memiliki kesaktian dan semangat yang kuat mampu bertahan ‎menghidupkan kembali kerajaan Sanggar yang hancur pasca letusan Tambora tanggal, 5-12 April ‎‎1815. Selama 1 abad lebih dari tahun 1815 -1926 kerajaan Sanggar tetap eksis dibawah kekuasaan ‎pemerintahan sendiri,tanpa ada campur tanggan kerajaan Bima. Tahun 1927 dan 1928 penyerahan ‎kekuasaan kerajaan Sanggar kedua di Kore ke-Bima,bukan karena penaklukan dan bukan semata-‎mata suatu alasan menghindari pertumpahan darah terjadi perebutan kekuasaan di tubuh kerajaan ‎Sanggar, tetapi dipengaruhi oleh proses rangkaiyan sebuah peristiwa nasional pergerakan nasional ‎Indonesia,seiring adanya komitmen bersama generasi muda dalam wadah pergerakan nasional ‎dengan lahirnya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Seiring dengan lahirnya Sumpah ‎Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 terbentuklah awal sebuah pergerakan nasional Indonesia dengan ‎wilayah kecamatan melebur membentuk kabupaten bersama Bima dan menjadi sebuah kecamatan ‎dengan dipimpin oleh Kejenelian atau setara dengan Camat. Jeneli Sanggar yang pertama yang ‎sengaja titipkan oleh Bima untuk memimpin Sanggar yaitu.Abdullah Bin Muhamad. Dilihat dari ‎rangkaiyan sejarah tersebut,Sanggar bukanlah suatu hal yang baru yang muncul sejak terbentuknya ‎kabupaten Bima/Kejenelian,tetapi Sanggar adalah sebuah nama kerajaan yang berdiri kokoh. ‎Kerajaan tertua di pulau Sumbawa yang hidup bedampingan dengan kerajaan-kerajaan lain yang ‎ada di wilayah nusantara.‎
Kekokohan kerajaan Sanggar bukan hanya sebuah nama dan bentuk (budaya,tradisi,dan ‎bahasa),melaikan kekokohan ditujukan dengan bukti –bukti sejarah yang masih utuh dan kuat ‎hingga sekarang seperti benteng pertahanan laut Taka Pase,benteng pertahanan laut darat ‎‎”Lainomos dan Matagara”,benteng Lawang Kuning,benteng dan istana kerajaan Sanggar kedua di ‎Boro yang berada di Wawo Kabune,Benteng Piong. Keutuhan/kekokohan bukti-bukti ‎sejarah,tidak terlepas dari kekuatan,tekat dan semangat para leluhur untuk membuktikan bahwa ‎Sanggar itu benar-benar ada, dan ”Sanggar Bukan Bima”. Kekokohan kerajaan Sanggar,bukan ‎sebatas ditujukan bukti-bukti sejarah kerajaan Sanggar,tetapi kekokohan juga ditujukan wilayah -‎wilayah kekuasaan kerajaan Bima,dan Dompu menjadi wilayah yang dikuasai dan dijejaki oleh ‎kerajaan Sanggar.‎
Di wilayah Bima sekarang ada 2 wilayah yang menjadi kekuasaan wilayah kerajaan ‎Sanggar,seperti dalam catatan sejarah,bahwa di Nggembe kecamatan Bolo ada sebuah kampung ‎yang dinamai kampung Kore. Pemberian nama bukan sekedar nama,melainkan nama tersebut ‎seiring dengan peristiwa sejarah,di mana kampung Kore di Nggembe merupakan tempat kerajaan ‎Sanggar menyisirkan dan melarikan diri ketika dikejar oleh Pabelo perompak/ bajak laut yang ‎diperkirakan datang dari makassar sekitar awal tahun 1607. Kerajaan Sanggar di Boro sebelum ‎melarikan diri di Nggembe,mereka menyisir kewilayah selatan Mada Oi Kompon Wawo Kabune ‎dan Doro Bedi Rasa mantoi. Selama menyisir melarikan diri,mereka tinggal begitu cukup lama,dan ‎menyimpan bukti-bukti sejarah,seperti ditemukan susunan batu pembatas pekarangan ‎rumah,benteng pertahanan perang, Papan Kayu bekas alas tiga meriam ‎
tempur kerajaan Sanggar. Sekarang meriam tersebut ada di musium Bima. Di sekitar ‎perkampungan Doro Bedi ditemukan tanaman, Mangga,Pinang, Bambu,Gandum, Bengkoang, ‎Nangka diperkeirakann umurnya ratusan tahun. Selain di Doro Bedi di Mada O`ii (Mata air) ‎Kompon Wawo Kabune, kami ‎

menemukan benteng berkeliling persegi empat, Panjang benteng luar ± 1 km dan benteng dalam ‎Panjanya 350 M dan Lebar 150 M.Lebar dasar benteng 5 M.,Lebar atas 3 M.dan Tinggi benteng ± ‎‎2 M. Selain beteng keliling, terdapat benteng - benteng luar berjejer 3 benteng, dan benteng luar ‎keliling persegi empat Lebar ± 6 M. Panjang ± 9 M. Dan disekitar benteng luar pertama ditanami ‎dengan pohon bunga Kamboja yang merupakan ciri khas negara Kambodya Indo China ‎diperkirakan umurnya ratusan tahun. Didepan benteng luar juga kami dapat menemukan ‎perkuburan tua yang juga ditandai dengan pohon Kamboja. Penandaan dengan pohon Kamboja ‎bukan sebatas pada benteng dan kuburan,kami juga temukan ukiran bunga Kamboja(Lowers) di ‎tiang istana kerajaan Sanggar di Kore di samping kiri kuburan kerajaan Sanggar kedua di Kore ‎sepeti yang terlihat gambar di bawah ini.‎

Selama menyisir di Wawo Kabune dan Doro Bedi mereka ke wilayah utara barat di ‎Nggembe. Hal yang sama di kecamatan Sape terdapat kampung Kore seperti halnya di Nggembe. ‎Pengakuan Sesepuh Raja Pajo Jamaludin dan Sesepuh Raja Bolo Lalu Anggo Gamala di ‎Nggembe ketika dimintai keterangan tanggal,1 Desember 2008 menyataka bahwa kampung kore ‎di Nggembe Kec.Bolo merupakan perkampungan yang dibangun oleh para keluarga kerajaan ‎Sanggar ketika melarikan diri di kejar pabelo dan alasan lain juga diberbagai sumber menghidari ‎dan melarikan diri akibat dampak letusan Tambora dan Tsunami. Hal yang memperkuat ‎keberadaan kampung Kore di Nggembe kecamatan Bolo dan di kecamatan Sape tersebut yaitu ‎adanya hubungan kekerabatan darah keterunan yang kuat antara orang Sanggar(Piong,Boro,Kore, ‎Taloko) dengan kedua kampung tersebut. Selain hubungan pertalian darah yang kuat,juga ‎diperkuat banyaknya sisa tanah wariasan keturunan kerajaan Sanggar di Nggembe kecamatan. ‎Bolo dan di Sape,sehingga kekuasaan dan kebesaran kerajaan Sanggar bukan pada wilayah ‎Nggembe melainkan juga Sape. Selain memiliki hubungan kekerabatan yang kuat antara orang ‎Sanggar(Piong,Boro,Kore dan Taloko), dengan Nggembe dan Sape,juga diperkuat banyaknya sisa ‎warisan keturunan kerajaan Sanggar di kedua wilayah kekuasaan kerajaan Bima,seperti tanah ‎sawah,tanah kebun.‎
sama halnya di wilayah kekuasaan kerajaan Dompu,sebagian wilayahnya dijejaki oleh kerajaan ‎Sanggar,ketika raja Sanggar meninggalkan Nggembe dan kembali ke-Boro. Sebelum kembali ke -‎Boro sempat mampir di atas gunung antara desa Mpollo dan desa Sanggopa Santai kerajaan ‎Dompo/Kabupaten Dompu dan juga membuat persawahan,sekarang masih meninggalkan bekas-‎bekasnya yang disebut ”Bangga Dora”(Bangga = Sawah ;Bahasa Kore). Setelah itu mereka turun di ‎desa Mpollo ( sekarang Wilayah Kec. Kilo Kab.Dompu)dan bertemu dengan orang-orang Sanggar yang ‎masih bertahan di Doro Bedi,mereka membuat perkampungan kecil di dekat /sebelah utara ‎kampung Mpollo dan sampai sekarang masih meninggalkan sisa-sisa,tanaman‎
Mangga,Kelapa,Nangka,Pinang diperkirakan umurnya ratusan tahun. Setelah bermukim di ‎wilayah Sanggopa santai dan Mpollo keluarga raja Sanggar La Lisang Daeng Jai bersama ‎pengawal dan anaknya meniggalkan kampung Sanggopa Santai dan Mpollo mereka kembali ke ‎Boro mempersatukan membangun kembali kerajaan diserang pabelo/bajak laut. Pasca penyerangan ‎pabelo suasana kehidupan kerajaan Sanggar tidak begitu tenang merasa was-was karena mereka ‎memperkirakan penyerangan susulan. Penyerangan susulan oleh pasukan Makassar/pabelo dibantu ‎oleh kerajaan yang ada di pulau Sumbawa terutama kerajaan Bima .Penyerangan kerajaan Sanggar ‎oleh pasukan Makassar dengan dibantu kerajaan Bima menganggap kerajaan Sanggar ‎berkerjasama dengan pemerintahan Belanda. Penyerangan susulan kerajaan/pasukan Maskassar ‎dibantu kerajaan Bimdi,sebab kedua kerajaan memiliki hubungan kekerabatan yang kuat,dimana ‎isteri kerajaan Bima merupakan putri mahakota kerajaan Makassar.‎
Penyerangan kerajaan Sanggar oleh kerajaan Bima membantu Makssar tidak ‎memperlihatkan identitas,tetapi menyusud di belakang. Melihat suasana politik kerajaannya yang ‎tidak stabil,raja Sanggar di Boro melakuka antisipasi yaitu mendirikan beteng – benteng ‎pertahanan dan sekaligus pemukiman untuk menghadapi serangan susulan. Pasca penyerangan ‎pabelo/pasuka Makassar diperkirakan penyerangan susulan hampir satu abad. Hal yang ‎memperkuat adaanya penyerangan susulan dikaitkan dengan keberadaan benteng pertahanan ‎perang ada yang dibangun sebelum letusan Tambora dan kami juga menemukan benteng-benteng ‎dibangun setelah Tambora meletus.Walaupun awal tahun 1607 terjadi peperangan,namun ‎penduduk kerajaan Sanggar tetap berkecukupan memiliki hasil alam yang berlimpah karena di ‎tahun 1701 kerajaan sepelau Sumbawa menandatangani kontrak persahabatan dengan Belanda. ‎Gunung Tambora tiga wilayah kerajaan Sanggar,Tambora dan Pekat tahun 1701 menjadi sentral ‎perkebunan kopi Belanda. Setelah meletusnya Tambora tahun 1815 dua puluh tahun kemudia ‎tanggal,14 Agustus 1835 Belanda kembali melakukan kontrak kebun kopi di Tambora. ‎Penandatangganan Kontrak Kebun Kopi kerajaan Sanggar,dan Dompu, keduakali terjadi ‎berlansung di Makassar tanggal,7 September 1893. dan ikut didukung kerajaan Sumbawa dan ‎Bima seluas 10.000 H. Tahun 1945 Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan jadi ‎Belanda harus meninggalkan semua aset-aset yang ada di Indonesia. ‎

PENYERAHAN DUPLIKAT BENDERA KERAJAAN SANGGAR ‎ SUATU PENYELAMATAN DAN PEWARISAN

Salah satu peninggalan sejarah budaya kerajaan Sanggar saat sekarang adalah bendera ‎kerajaan Sanggar,bendera perang dan bendera kerajaan. Bendera perarang dan bendera kerajaan ‎Sanggar keduanya dititipkan di Musium Nasional Propinsi Nusa Tenggara Barat tertanggal,10 ‎September 1981 dengan nomor register : 2574 warna kuning, 2685 warna merah dan 2575 warna ‎hitam kebiruan. Penitipan bendera kerajaan Sanggar dititipkan oleh H.Razak Azis Putera dari ‎Putera Mahakota Kerajaan Sanggar di Kore. Satu kebesaran serta perjuangan generasi muda yang ‎tergabung dalam Lembaga Penggerak Kemajuan Sanggar melakukan penelitian dan pengembangan ‎data-data keberadaan bendera kerajaan Sanggar,dengan data –data dan sumber yang jelas melalui ‎Musium Nasional Propinsi Nusa Tenggara Barat berhasil menemukan kembali bendera kerajaan ‎Sanggar tersebut 28 tahun lalu. Untuk nambah reverensi dan data penelitian kami bermaksud ‎mempertahankan keaslian bendera kerajaan Sanggar. Kami yang tergabung dalam Lembaga ‎Penggerak Kemajuan Sanggar bersama keturunan Putera mahakota kerajaan Sanggar, Sanggar ‎Abdul Azis berinisiatif membuat duplikat bendera kerajaan Sanggar. Penyerahan Duplikat bendera ‎kerajaan Sanggar kepada muspika kecamatan Sanggar,adalah suatu peristiwa bersejarah dan ‎disambut gembira oleh masyarakat seiring dengan momen hari sejarah nasional Indonesia upacara ‎deti- detik Proklamasi 17 Agustus tahun 2008 Minggu jam10.30.WIT. Penyerahan duplikat ‎bendera kerajaan Sanggar menjadi polikmik diberbagai kalangan masyarakat Sanggar,Instansi ‎Pemerintah Desa,Kecamatan(muspika)dan Pemerintah Kabupate Bima. Sehingga banyak kalangan ‎menganggab isue-isue politik untuk memekarkan Sanggar dan Tambora menjadi ‎

kabupaten tersendiri. Fersi ini wajar saja bagi kami untuk menilainya,tetapi penyerahan duplikat ‎bendera kerajaan Sanggar bukan suatu hal yang terpenting tetapi yang lebih utama satu keinginan ‎kami sebagai LSM ingin membuktikan bahwa Kerajaan Sanggar benar-benar ada dan kami ‎berkeinginan mempertahankan nilai-nilai budaya dan bukti-bukti sejarah yang dimanipulasi,bahwa ‎benar ”Sanggar Bukan Bima”. Penyerahan Duplikat bendera kerajaan Sanggar disertai ‎pembacaan Teks Duplikat bendera kerajaan Sanggar Oleh Abdul Kamil, S.Pd Ahli sejarah ‎didampingi Muspika (Teks terlampir). Rasa syukur terimakasih kami sampaikan, kepada para ‎penyelamat bendera kerajaan Sanggar,terutama kepada kepala serta pegawai musium NTB yang ‎menyusun membentuk kembali bendera kerajaan Sanggar yang hancur walaupun bendera kerajaan ‎Sanggar yang dititikan di Musium NTB saat ini terjadi manipulasi dimana dalam bemberian ‎keterangannya bertuliskan bendera kerajaan Bima. Keterangan ini sempat saya lakukan ‎perdebatan dengan seorang pegawai Musium NTB Ibu Wati pada hari Jumat,19 Mei 2008 di ‎ruang perpustakaan. Kami berharap agar meluruskan keterangan sejarah kerajaan Sanggar. Sebab ‎‎”Sanggar Bukan Bima”.‎
IDENTITAS KERAJAAN SANGGAR DI BORO BELUM TERSENTUH ‎

Dalam catatan sejarah, Kerajaan Sanggar merupakan kerajaan tertua telah berdiri sejak abad ‎ke-11dan12, namun kerajaan Sanggar lebih dikenal sekitar abad ke 1406 dengan munculnya jaman ‎sejarah (mengenal tulisan) dan seiring datangnya para orientalis belanda abad ke 16 sampai abad ke ‎‎18-19. Di pulau Sumbawa sebelum gunung Tambora meletus hidup enam kerajaa, yaitu Kerajaan ‎Sumbawa,Kerajaan Dompu,Kerajaan Bima,Kerajaan Sanggar,Kerajaan Tambora,dan Kerajaan Pekat. ‎Dari enam kerajaan tersebut empat kerajaan yang terbentuk ‎Kesultanan/Islam(KerajaanSumbawa,Bima,Dompu,Tambora) dan Dua kerajaan yang terbentuk ‎rajas/pengaruh Hindu dan Budha (Kerajaan Sanggar,Pekat). Dilihat dari bentunya,kerajaan Sanggar ‎sampai sekarang masih kuat dengan tradisi Hindu dan Budha. Selain tradisi-tradisi yang memiliki ‎kesamaan,kami juga tenemukan bukti-bukti sisa peninggalan kerajaan Sanggar,seperti kuburan ‎kerajaan Sanggar di Boro kecamatan Sanggar kabupaten Bima model nisan kuburan berbentuk ‎stupa Hindu. Saat ini kami atas nama Lembaga Penelitian Pendidikan dan Sosial (LP2S) Sanggar dan ‎Lembaga Penggerak Kemajuan Sanggar telah melakukan penelitian mengenai keberadaan sejarah ‎kerajaan Sanggar melalui bukti-bukti sejarah. Saat inipun sejarah kerajaan Sanggar separuhnya ‎hampir dikuasai melalui sumber-sumber sejarah. ‎

Para Peneliti Dunia prof. Haraldur Sigurdsson Ahli Fulkanologi dunia dari Rohlen Islad ‎Universiti Amerika Serikat dan Dr. Indyo Pratomo Ahli Geologi dan Mitigasi Bandung didampingi ‎ketika melakukan kunjungan kelokasi mengembangkan data – data dan menyimpulkannya bahawa ‎jenis dan bentuk batu nisan kuburan kerajaan Sanggar di Boro merupakan kerajaan tertua pengaruh ‎peradaban Hindu-Budha model terbuat sejenis Batu Candi Borobodur. Hal ini dikaitkan juga dengan ‎jenis batu yang ada di Doro _‎


‎(Gunung) Lenca Godo Ruma(Godo Bhs. Kore =Kekayaan, Ruma = Raja ) tempat penimbunan harta kerajaan ‎Sanggar terbanyak. Prof. Haraldur Sigurdsson dan Dr.Indiyo Pratomo memberikan pandangan dan ‎keterangan bahwa kerajaan Sanggar merupakan kerajaan tertua sudah lama mengenal peradaban ‎yang lebih maju, mereka mengkaitkan batu nisan Godo Ruma yang menggambarkan keberadaan ‎kerajaan Sanggar pengaruh peradaban Hindu dan Budha massa kejayaan kerajaan Majapahit abad ke ‎‎14. Usai tiga bulan para ilmuan dunia ini berkunjung, juga disusul oleh seorang wartawan dunia dari ‎Inggis mengajak kami mendampinginya kelokasi kerajaan Sanggar di Boro dan dia mengatakan ‎alasan untuk mengambil gambar kuburan kerajaan Sanggar sebagai bahan koleksi Pameran Dunia. ‎Kami merasa terheran kenapa orang – orang barat/asing menguasai sejarah lokal,mencintai mau ‎mempublikasikan kebesaran Sanggar,sedangkan kita mengabaikannya. Kami merasa perihatin ‎melihat sisa-sisa peninggalan kerajaan Sanggar terlantar tidak terurus,berdeda dengan sisa ‎peninggalan kerajaan Bima disimpan rapi terpelihara, selalu diprioritaskan. Kami mengharapkan ‎sisa-sisa peninggalan kerajaan Sanggar agar diperhatikan, diperlakukan sejajar dengan Bima ‎walaupun “Sanggar Bukan Bima”.‎
Wujud kepedulian pemerintah untuk menjaga keaslianya perlu pembanggunan museum ‎agar peninggalan sejarah budaya tetap bertahan dapat dikenal oleh generasi berikutnya, sebagai ‎identitas Sanggar yang sebenarnya. Pembangunan musium bertujuan untuk menjaga/memelihara ‎keaslian /keutuhan dan kelestarian sejarah budaya. Melestarikan sisa – sisa peninggalan kerajaan ‎Sanggar untuk menghidupkan kembali nilai – nilai sejarah budaya,karena di era globalisasi ‎sekarang banyak generasi yang kehilangan jati diri dan identitasnya. Pediriaan musium tersendiri di ‎Sanggar untuk menjaga keaslian sebab kalau disamakan dan disatukan memungkinkan terjadi ‎penafsiran yang berbeda. Oleh sebab itu Sanggar harus di kembalikan pada posisi sebenarnya. ‎
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal Bab. XIII Pasal.32 Ayat 1 dan 2 menyatakan” ‎‎(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan ‎menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya. (2) ‎Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”. ‎Berdasarkan isi UUD 1945 di atas sudah sepantasnya pemerintah memberikan perlindungan dan ‎perlakukan sama untuk menghargai kebudayaan lokal sebagai dasar pengembangan kebudayaan ‎nasional Indonesia.‎

LAMPIRAN-LAMPIRAN:‎

Peta Pulau Sumbawa; Pembagian wilayah Kerajaan di Pulau ‎Sumbawa sebelum meletusnya gunung Tambora 1815.‎
Surat Tanda terima Kepala Musium Nasional Propinsi Nusa ‎Tenggara Barat Penyerehan Bendera Kerajaan Sanggar. Dari H. A. ‎Razak Aziz Putra dari Putera Mahkota kerajaan Sanggar di Kore.‎
Surat Penanda tangganan Kontrak Kebun Kopi Kerajaan Sanggar ‎dengan pemerintahan belanda ditanda tangani di Makassar 7 ‎September 1893‎
Surat Keterangan Keberadaan bendera kerajaan Sanggar dan Tanda ‎Bukti Kunjungan penelitian dari Musium Nasional Propinsi NTB .‎
Foto Bendera Kerajaan Sanggar.‎

4 komentar:

  1. Dear Sir;

    This is a very interesting article about the principality of Sanggar.I have 2 pictures of the last Raja of Sanggar in 1915:Raja Abdullah Samsuddin Daeng Manggalai(1900-1926);1 before his palace.He succeeded his father Raja La Kamea Daeng Nganjo Siamsuddin(born ca. 1820;ruled 1869-deat 22-12-1900.).
    I once sended the prints of the 2 pictures to the keturunan2 of the last raja.They were very surprised and very,very happy.
    When you want ,I can send you to.You are Orang Sanggar?

    Thank you for all.
    Like to see a picture of the present dynastychief of the Sanggar.
    Thank you for all.

    Hormat saya:
    D.P. Tick gRMK
    secretary Pusat Dokumentasi Kerajaan2 di Indonesia "Pusaka"
    Vlaardingen/Holland
    Pusaka.tick@tiscali.nl
    http://kerajaan-indonesia.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Artikel ini sangat menarik buat saya orang Sanggar di perantauan dan untuk perkembangan ilmu sejarah dan ilmu sosial lainnya di Indonesia. Terima kasih Pak Juan sudah menulis artikel tersebut, kita tunggu perkembangan penelitian tersebut sehingga membuka tabir eksistensi dan nilai sosial budaya masyarakat Sanggar. sebagai orang yang kelahiran kore, saya pernah mendengar kalau di wilayah Sanggar juga pernah muncul satu kerajaan selain yang anda sebutkan dlm artikel tersebut, namanya Kerajaan Aga, apa ini nama lain dari salah satu nama kerajaan yg sdh anda sebutkan, atau kerajaan yg berbeda? Mohon informasinya.

    For Mr. D.P. Tick gRMK,
    Thanks for your kindness to share the pictures, as one who was born in Kore Sanggar, I would like to have those pictures. When ever you have time, you can send me, either printed pictures or soft. Here is my address:
    Aminullah La Nua
    Jl. Mandiri Terusan Pomalan No. 2 RT 04 RW 01 Kelurahan Kalirejo Kec. Lawang Kab. Malang - Jawa Timur,
    email: aminlanua@gmail.com

    Thanks a bunch for being so forthcoming. I hope that life still treats you kind.
    Thanks in advance.
    Take care.
    Aminullah la Nua

    BalasHapus
  3. mengenal kembali sejarah sanggar,,,,,,,mrupakan kebanggaan sendiri untuk q sebagai generasi sanggar.,,,,,,jati diri daerah sdh semestix qmi tau.krn tu bgi org2 yg sdh mlai melirik sanggar dgn jln membuka tabir sejarahx hanya ucapan mkci tas semuax.............mga dgn ne sanggar akn lbh mju.sbgai generasi yg terlahir dri drah sanggar {kore}..ada harapan besr untuk kemajuan sannggar kedepanx....

    shywe kore

    BalasHapus
  4. Well , its very interesting and also little bit surprising that sanggar and tambora ; an exclave of bima regency where i lived , are not same with the great bima , such as in the east part one. But , i think separate things just cause of differences isnt good . And i still believe that they are bimanese , though from different kindoms in the past (just like dompu rite?)
    LONG LIVE INDONESIA!!! MY NATIVE LAND! GLORY WEST NUSA TENGGARA...
    Salam!

    BalasHapus